Aparatur Sipil Negara, Desa, dan Perangkat Desa: Dilarang Terlibat dalam Pilkada atau Politik Praktis

Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk memilih gubernur, bupati, dan wali kota diselenggarakan serentak di seluruh daerah pada 27 November 2024. Bawaslu Kabupaten Sintang mengingatkan, “Kita harus mengubah mindset, bahwa pemilu yang awalnya dianggap sebagai ajang kontestasi politik dan perebutan kekuasaan, menjadi ajang memperkuat rasa kesatuan dan persatuan dari kebhinnekaan bangsa Indonesia,”

Aloysius Kusnadi Koordinator Divisi Pencegahan Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat mengingatkan pentingnya netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Mereka diharapkan untuk menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan dengan profesional, netral, dan berintegritas. Begitu juga dalam konteks pemerintahan desa, peran perangkat desa juga sangat krusial untuk mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Namun, terdapat batasan yang tegas tentang keterlibatan ASN, termasuk perangkat desa, dalam politik praktis dan pemilihan kepala daerah (pilkada).
Aparatur Sipil Negara di Indonesia terdiri dari pegawai negeri sipil yang berfungsi untuk melayani publik, mendukung pelaksanaan kebijakan pemerintah, dan mengelola sumber daya secara efektif. Dalam konteks desa, perangkat desa meliputi kepala desa, sekretaris desa, dan sejumlah staf yang bertanggung jawab menjalankan administrasi dan pelayanan publik di tingkat desa. Mereka diharapkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai netralitas dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya.
Pelarangan ASN dan perangkat desa untuk terlibat dalam pilkada atau politik praktis berakar pada prinsip prinsip netralitas, integritas, dan keadilan. ASN dan perangkat desa harus menjalankan tugasnya tanpa keberpihakan kepada salah satu calon atau partai politik tertentu. Keterlibatan dalam politik praktis dapat mengganggu proses demokrasi dan menciptakan ketidakadilan dalam pelayanan publik.
Salah satu regulasi yang mengatur hal ini adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang dengan tegas menyatakan bahwa ASN dilarang mendukung atau terlibat dalam aktifitas politik praktis. Poin penting dari regulasi tersebut adalah untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah serta memastikan bahwa pelayanan publik dilakukan dengan adil tanpa diskriminasi.
Keterlibatan ASN dalam pilkada atau aktivitas politik praktis tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga berdampak negatif terhadap citra pemerintah. Ketika ASN terlibat dalam politik praktis, masyarakat cenderung kehilangan kepercayaan terhadap institusi pemerintah. Hal ini bisa berdampak pada kinerja ASN itu sendiri dalam menjalankan tugasnya.
Selain itu, pelanggaran terhadap aturan ini dapat berujung pada sanksi administratif, termasuk pemecatan. ASN yang terlibat dalam politik praktis biasanya akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Oleh karena itu, penting bagi setiap ASN dan perangkat desa untuk memahami risiko dan konsekuensi dari tindakan tersebut serta menjunjung tinggi prinsip profesionalisme.
Agar aturan mengenai larangan terlibat dalam politik dapat ditegakkan dengan baik, diperlukan upaya dari berbagai pihak. Pertama, instansi terkait harus melakukan sosialisasi secara berkelanjutan tentang pentingnya netralitas ASN dan perangkat desa. Edukasi ini harus mencakup penyampaian akan bahaya yang ditimbulkan jika ASN terlibat dalam politik praktis. Selain itu, mekanisme pengawasan yang ketat juga diperlukan untuk mencegah pelanggaran.
Selain itu, pembentukan kode etik bagi ASN dan perangkat desa harus ditegaskan, serta dijadikan pedoman dalam melakukan tugas sehari-hari. Kode etik ini harus menekankan pada tanggung jawab sosial ASN untuk selalu berpihak pada kebaikan masyarakat dan bukan pada kepentingan politik tertentu.
Netralitas ASN dan perangkat desa adalah kunci untuk memastikan terciptanya pemerintahan yang baik, transparan, dan akuntabel. Larangan keterlibatan dalam pilkada atau politik praktis merupakan langkah preventif untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Melalui pemahaman yang baik mengenai kode etik, serta adanya kontrol dan edukasi yang memadai, diharapkan ASN dan perangkat desa dapat menjalankan tugasnya dengan profesional dan damai, tanpa terpengaruh oleh hiruk-pikuk politik.
Tanpa keraguan, masa depan pemerintah desa yang lebih baik dapat dicapai melalui ASN dan perangkat desa yang bersih dari keterlibatan politik, sehingga fokus utama mereka adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.