Muryanto : Lahan Perumahan Shila At Sawangan Statusnya Masih Sengketa

KOTA DEPOK — Lahan seluas 91 hektar yang rencananya akan dibangun Perumahan Shila At Sawangan, namun status lahannya masih bermasalah hukum di Pengadilan Tinggi (PT) dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan nomor perkara 81/B /2022 PTUN.

“Benar, Perumahan Shila At Sawangan masih bermasalah dalam proses hukum yakni status lahan sengketa dalam keadaan Status Quo atau pembekuan pada hak atas tanah yang bersifat sementara terhadap perbuatan hukum dan peristiwa hukum atas tanah tersebut,” ujar juru bicara (Jubir) pemilik tanah atas lahan seluas 91 hektar di Sawangan, Muryanto, kepada sejumlah pewarta, Minggu (5/6/2022), di Depok, Jawa Barat.

Muryanto juga kemudian menunjukkan bukti status Status Quo lahan tersebut yang dikeluarkan oleh BPN Kota Depok dan diumumkan di media massa pada 4 Mei 2017. Pengumuman tersebut membekukan kepemilikan tanah atas nama PT Pakuan yang ditanda tangani Kepala Kantor BPN Kota Depok, Drs Almaini, SH MA.

PT Pakuan saat ini menjalin kerjasama dengan Mitsubishi Coorporation melalui anak usaha PT Diamond Development Indonesia (DDI) yang akan mengucurkan dana investasi sebesar Rp 9 triliun untuk membangun kota mandiri di Perumahan Shila At Sawangan.

“Artinya, kami sangat menyayangkan Pemkot Depok yang menggunakan lahan masih bermasalah hukum untuk kegiatan. Pemkot Depok tidak memberi contoh penegakan hukum dan telah melakukan perbuatan melawan hukum. Seharusnya Pemkot Depok bisa mengetahui mengenai lahan tersebut masih sengketa hukum,” tegasnya.

Ia menyebutkan, bahwa pihaknya akan melakukan perlawanan hukum atas hak tanah tersebut dan mengkaji untuk memproses tuntutan hukum ke Pemkot Depok yang masuk dan menggunakan lahan tersebut tanpa seijin kami yang sedang berperkara hukum dengan PT Pakuan. “Jadi, Pemkot Depok pun mengetahuinya, dengan ada surat jawaban tentang Pajak Bumi Bangunan (PBB) bahwa tidak bisa di pecah sebelum ada kepastian hukum,” ucap Muryanto.

Muryanto juga mengingatkan, bahwa Pemkot Depok yang ingin membangun Alun-alun Kota Depok Wilayah Barat seluas 3 hektar di lahan tersebut. “Lahan tersebut masih sengketa, masih dalam proses hukum, jangan sampai Pemkot Depok dituding bagian dari sindikasi mafia tanah. “Jadi, kami ingatkan Pemkot Depok jangan memberikan ijin prinsip, ijin pemanfaatan ruang (IPR) dan ijin mendirikan bangunan (IMB) dilahan yang masih bersengketa hukum,” imbuhnya.

Sementara Yusra Amir, selaku Ketua DPD Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kota Depok, sangat mengherankan, bahwa Pemkot Depok yang sudah merencanakan lahan tersebut akan digunakan seluas 3 hektar untuk membangun Alun-alun Kota Depok Wilayah Barat. “Artinya, ini sangat ceroboh dan pembohongan publik. Darimana dasarnya kok, Wali Kota Depok, Mohammad Idris sudah mengklaim akan membangun Alun-alun Kota Depok Wilayah Barat di lahan yang masih dalam status bermasalah hukum,” jelas Yusra yang juga merupakan tokoh masyarakat di wilayah Sawangan itu.

Sedangkan pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid menyatakan BPN Kota Depok telah melanggar undang-undang karena menerbitkan surat hak guna bangunan (SHGB) kepada PT Pakuan. Padahal di lokasi yang sama telah diterbitkan Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria (SK-Kinag) ke pemilik tanah atas nama Ida Farida. Demikian disampaikan Fahri Bachmid saat dihadirkan sebagai ahli oleh Ida Farida sebagai penggugat dalam sengketa tata usaha negara di PTUN Bandung, Jawa Barat (Jabar) Kamis (6/1/2022) lalu. SAID