POLA KONSUMSI MAKANAN FAST FOOD DAN JUNK FOOD PADA REMAJA SAAT MASA SEBELUM DAN SESUDAH COVID-19 DI INDONESIA

POLA KONSUMSI MAKANAN FAST FOOD DAN JUNK FOOD PADA REMAJA SAAT MASA SEBELUM DAN SESUDAH COVID-19 DI INDONESIA

Disusun oleh:Mona Indrisa
NIM 472017434

PROGRAM STUDI GIZI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2020
PENDAHULUAN
Remaja adalah kelompok usia yang berkisar antara 10 – 18 tahun (Permenkes RI No 2 tahun 2020). Pada masa remaja ada beberapa perubahan secara fisik yang dialami oleh remaja yaitu perubahan hormonal, kognitif, dan emosional dalam pertumbuhannya sehingga remaja sangat membutuhkan zat gizi seimbang untuk mendukung masa pertumbuhannya (Almatsier, 2011 dan Masthalina, 2015). Pada usia remaja ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizinya yaitu, gaya hidup, infeksi, sanitasi dan higienitas, status perekonomian keluarga, pengetahuan terhadap gizi, dan pola makan (Lusyana Gloria Doloksaribu, 2019).
Masa remaja merupakan masa dimana mudah sekali terpengaruh oleh lingkungan dan teman dekat. Mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend yang sedang berkembang di masyarakat khususnya dalam hal makanan (Vilda Ana V. S, 2016). Umumnya kelompok usia remaja merupakan periode rentan gizi karena di usia tersebut akan mengalami peningkatan pertumbuhan fisik dan perkembangan yang pesat jika dibiarkan akan diteruskan ke generasi berikutnya (intergenerational impact) (Farah S. Mokoginta dkk, 2016). Selain itu pada remaja dibutuhkan energi yang cukup untuk melakukan aktvitas fisik yang beragam.
Perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan pada usia remaja dapat memberikan dampak yang serius jika kebutuhan gizinya meningkat maupun berkurang (Balitbangkes, 2014). Kebiasaan konsumsi makanan di usia remaja memiliki tingkat konsumsi makanan yang padat energi, makanan tinggi gula, lemak jenuh, garam, makanan cepat saji dan konsumsi buah dan sayuran yang kurang memadai (Nurdin Rahman dkk, 2016). Pola konsumsi makanan yang buruk akan berdampak pada akan berdampak pada perkembangan yang tidak optimal serta lebih rentan terhadap penyakit-penyakit kronis seperti perkembangan dini obesitas, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, kanker, gangguan toleransi glukosa dan osteoporosis di masa dewasanya (Pamelia Icha, 2018).
Saat ini, banyak remaja yang menyukai makanan junk food dan fast food. Remaja yang memiliki aktivitas sosial yang sangat tinggi, cenderung memperlihatkan interaksi dengan teman sebaya (Icha Pamelia, 2018). Di kota besar, banyak dijumpai sekelompok remaja yang makan bersama di tempat makan yang menyediakan makanan cepat saji tersebut berasal dari negara barat yang umumnya memiliki kandungan lemak dan kalori yang tinggi (Icha Pamelia, 2018). Selain itu, makanan cepat saji menjadi pilihan orang tua yang memiliki banyak kesibukan. Orang tua saat ini juga banyak yang mengajak anaknya untuk berkumpul bersama keluarga di restoran makanan junk food dan fast food. Faktor-faktor yang menyebabkan remaja mengkonsumsi makanan junk food dan fast food, yaitu cepat dan praktis, rasa yang enak, brand makanan cepat saji, dan uang saku yang diberikan oleh orang tua (Icha Pamelia, 2018).
Junk food merupakan semua jenis makanan yang mengandung gula, lemak, dan kalori dalam jumlah yang tinggi tetapi memiliki sedikit kandungan mikronutrien seperti vitamin, mineral, asam amino dan serat (Nora A. ALFaris dkk, 2015). Istilah junk food dapat diartikan sebagai makanan yang bernutrisi rendah dan tidak sehat. Makanan yang dikategorikan junk food biasanya mengandung sodium, saturated fat dan kolesterol (Icha Pamelia, 2018; Genoveva Maditias D. P, 2015). Jenis-jenis makanan junk food yang sering dikonsumsi oleh remaja, yaitu minuman bersoda, mie instan, ayam goreng, jenis snack ringan, burger, kentang goreng, pizza dan lain-lain (Icha Pamelia, 2018).
Banyak yang menganggap junk food dan fast food sama, namun sebenarnya keduanya berbeda. Istilah fast food di artikan sebagai makanan cepat saji. Fast food adalah jenis makanan yang mudah dikemas, disajikan, dan praktis. Jenis makanan fast food lebih banyak mengandung karbohidrat, lemak, kolesterol, dan garam (Ika Amalina Bonita dan Deny Y. F, 2017). Keberadaan restoran fast food yang semakin menjamur di kota-kota besar di Indonesia dapat mempengaruhi pola makan kaum remaja. Makanan restoran tersebut menyajikan berbagai fast food yang dapat berupa western fast food maupun traditional fast food (Ika Amalina Bonita dan Deny Y. F, 2017; Wiwied Dwi dkk, 2012). Western fast food merupakan makanan yang terjangkau, cepat dalam penyajian, umumnya memenuhi selera tetapi memiliki total energi, lemak, gula, natrium yang tinggi dan rendah serat serta vitamin. Contoh produk western fast food diantaranya hamburger, kentang goreng, ayam goreng, pizza, sandwich dan minuman ringan. Traditional fast food juga makanan yang memiliki kandungan gizi yang tidak seimbang. Contoh produk traditional fast food misalnya nasi goreng, bakso, mie ayam, soto, dan sate ayam (Ika Amalina Bonita dan Deny Y. F, 2017).
World Health Organization (WHO) China Country Office pada 31 Desember 2019 telah melaporkan bahwa terdapat kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 07 Januari 2020 Cina telah mengidentifkasi pneumonia yang tidak diketahui etiologinya tersebut sebagai jenis baru coronavirus (coronavirus disease, Covid-19). Kemudian pada tanggal 30 Januari 2020, WHO telah menetapkan sebagai kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia /Public Health Emergancy of International Concern (KKMMD/PHEIC) (Kemenkes RI, 2020). Tingkat mortalitas kasus Covid-19 di Indonesia sebesar 8,9 % dan angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara (Susilo, A dkk, 2020). Bahkan hingga kini kasus COVID-19 setiap harinya secara signifikan telah mengalami peningkatan atau pertambahan kasus. Corona virus atau COVID-19 ini merupakan virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm dan utamanya menginfeksi hewan seperti kelelawar dan unta. Penyebaran virus ini dari manusia ke manusia lainnya menjadi transmisi utama sehingga penyebarannya menjadi lebih agresif (Susilo, A dkk, 2020).
Penyebaran COVID-19 yang terus mengalami peningkatan memengaruhi hampir di semua sektor mulai dari sosial, ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Adapun kebijakan pemerintah yang muncul akibat pandemi ini terlihat pada seluruh daerah di Indonesia dalam mengatisipasi penyebaran dan mengurangi jumlah pasien penderita virus corona diantaranya ialah memberikan kebijakan social distancing dan physical distancing dengan membatasi aktifitas keluar rumah, seperti kegiatan belajar mengajar, beribadah, dan bekerja dari rumah (Yunus, N dan Rezki, 2020). Adanya himbuan dari pemerintah berupa pembatasan aktifitas di luar rumah (stay at home) dapat berdampak pada perubahan gaya hidup masyarakat seperti penurunan aktifitas fisik, peningkatan konsumsi makanan, serta waktu makan yang tidak teratur (Kemenkes RI, 2020). Perilaku menetap yang melibatkan kegiatan dengan pengeluaran energi yang sangat rendah, keadaan yang terkunci menyebabkan pola makan yang tidak teratur dan sering ngemil sehingga dengan asupan kalori yang lebih tinggi dapat menyebabkan peningkatan risiko obesitas (Hobbs M dkk, 2015). Pandemi ini mengubah hubungan kita dengan makanan di luar dapur. Di dorong mungkin oleh meningkatnya ketidakpastian tentang persedian makanan (Jennifer L. Wilkins, 2020). Tujuan dari studi literatur ini, yaitu untuk mengetahui pola konsumsi makanan fast food dan junk food pada kelompok usia remaja pada masa sebelum dan sesudah pandemi Covid-19.

METODE
Penelitian ini merupakan studi literatur yang mencari database dari berbagai referensi, seperti jurnal penelitian, review jurnal, annual report, buku, dan data-data yang berkaitan dengan pola konsumsi makanan fast food dan junk food pada remaja yang diterbitkan pada tahun 2010 – 2019. Pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan mesin pencari google di internet dengan kata kunci: pola konsumsi, remaja, fast food, dan junk food. Database yang diambil dari artikel yang dipublikasikan pada PubMed, PLos, Researchgate, WHO, Permenkes dan Depkes RI.
Kriteria seleksi data menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yang digunakan adalah gambaran pola makan pada usia remaja. Sumber yang digunakan hanya terfokus pada gambaran pola konsumsi makanan fast food dan junk food pada usia remaja. Sedangkan untuk kriteria eksklusi yaitu jurnal/artikel yang diterbitkan di atas tahun 2010.

HASIL PENELITIAN
Dari studi literatur didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Studi Literatur
No Gambaran Pola Konsumsi Makanan Fast Food Dan Junk Food Pada Remaja Sebelum Dan Sesudah Covid-19 Literatur
1 Gambaran pola konsumsi makanan pada usia remaja Almatsier, 2011; Masthalina, 2015; Lusyana Gloria Doloksaribu, 2019; Vilda Ana V. S, 2016; Farah S. Mokoginta dkk, 2016; Balitbangkes, 2014; Nurdin Rahman dkk, 2016; Pamelia Icha, 2018;
2 Gambaran pola konsumsi makanan fast food dan junk food pada usia remaja sebelum Covid-19 Nora A. ALFaris dkk, 2015; Icha Pamelia, 2018; Ika Amalina Bonita dan Deny Y. F, 2017; Wiwied Dwi dkk, 2012; Genoveva Maditias D. P, 2015; Setyawati, V.A.V dan Rimawati, E. 2016; Vilda Ana, 2016; Kemenkes, 2013
3. Gambaran pola konsumsi makanan fast food dan junk food pada usia remaja sesudah Covid-19 Yunus, N dan Rezki, 2020; Susilo, A dkk, 2020; Kemenkes RI, 2020; Hobbs M dkk, 2015; Jennifer L. Wilkins, 2020; Naja Farah, 2020; Federico, 2020

PEMBAHASAN

Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pada Usia Remaja
Masa remaja adalah masa tahap kehidupan yang sangat penting dengan ditandai oleh modifikasi gaya hidup. Modifikasi ini termasuk lebih banyak pilihan makanan yang tidak sehat, makan di luar rumah (terutama di restoran cepat saji), perilaku menetap, dan aktivitas fisik. Pengembangan kebiasaan makan yang sehat penting karena pertumbuhan fisik yang pesat pada masa remaja dikaitkan dengan peningkatan kebutuhan gizi. Berbagai penelitian tentang pola makan dan asupan gizi remaja cenderung menunjukkan bahwa pola makan yang seringkali dikonsumsinya tinggi lemak dan karbohidrat olahan. Beberapa pola makan tampak cukup umum di kalangan remaja, antara lain ngemil, biasanya makanan padat energi; melewatkan makan, terutama sarapan, atau makan tidak teratur, banyak penggunaan makanan cepat saji, dan rendahnya konsumsi buah dan sayur.
Remaja cenderung menyukai makanan asin, gurih dan pedas seperti fast food yang kemungkinan mengandung banyak natrium. Asupan energi saat mengonsumsi western. Sejalan dengan hasil penelitian Hurry (2019) mengatakan bahwa bahan pangan pokok yang sering dikonsumsi oleh remaja adalah nasi, indomie, dan kentang dan jajanan yang sering dikonsumsi oleh remaja seperti gorengan. Pemilihan jajanan dapat dipengaruhi oleh teman sebaya dan lingkungan sekolah.

Gambaran Pola Konsumsi Makanan Fast Food Dan Junk Food Pada Usia Remaja Sebelum Covid-19
Di Indonesia memiliki perilaku konsumsi makanan berlemak, berkolesterol dan makanan gorengan sebesar 40,7%, konsumsi makanan asin sebesar 26,2% dan konsumsi makanan manis sebesar 53,1%. Selanjutnya persentase perilaku kurang konsumsi sayur dan buah sebesar 93,5% (Kemenkes, 2013). Sejalan dengan penelitian Vilda Ana V.S (2016) yang menunjukkan bahwa sebagian besar remaja sering mengkonsumsi makanan fast food (95,4%) dan kurang mengkonsumsi serat (84,6%). Jenis fast food yang dipilih belum dapat dijadikan ukuran untuk mempengaruhi kebiasaan yang dapat mengubah keadaan gizi remaja. Frekuensi remaja yang sering mengkonsumsi fast food dapat meningkatkan timbunan energi dan lemak dalam tubuh. Sejalan dengan hasil penelitian Ika (2017) menunjukkan bahwa sebanyak 30,4% remaja mengkonsumsi daging ayam yang terdiri dari ayam goreng, chicken nugget, original chicken, hot and spicy chicken, chicken steak, dan chicken fillet.
Mayoritas remaja mendapatkan dukungan dari teman sebaya untuk mengkonsumsi makanan cepat saji sebanyak 4 – 27 kali dalam satu bulan Tingkat konsumsi junk food pada usia remaja saat ini tergolong tinggi dengan rata-rata mengkonsumsi junk food sebanyak 3 – 4 kali dalam sebulan (Icha Pamelia, 2018). Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bolaang, Mongondow Utara yang menunjukkan pola konsumsi jajanan pada remaja setiap harinya lebih sering mengkonsumsi siomay, donat, dan bakso, dikarenakan jajanan tersebut tersedia di daerah sekolah dan sekitar rumah. Minuman yang sering dikonsumsi oleh remaja, seperti coca-cola cenderung menjadi minuman soft drink terbanyak dikonsumsi, dengan rata-rata > 1 kali setiap hari.
Makanan fast food maupun junk food umumnya disukai oleh remaja karena memiliki rasa yang enak. Sejalan dengan hasil penelitian Icha Pamelia (2018) menyatakan bahwa alasan remaja seringkali mengkonsumsi makanan cepat saji, karena makanan cepat saji memiliki rasa yang enak dan gurih dari kandungan monosodium glutamat (MSG), garam sodium, gula, lemak dan zat adiktif sehingga dapat menyebabkan kecanduan.

Gambaran Pola Konsumsi Makanan Fast Food Dan Junk Food Pada Usia Remaja Sesudah Covid-19
Pandemi dunia Covid-19 memberlakukan serangkaian tantangan baru bagi remaja untuk mempertahankan pola makan yang sehat. Isolasi diri di dalam rumah akan menyebabkan remaja memiliki efek secara langsung akan perubahan gaya hidup, kebiasaan diet, makan, dan pola aktivitas fisik (Kemenkes RI, 2020). Perubahan pola diet selama Covid-19 juga bisa didorong oleh rasa takut dan kecemasan yang dialami banyak orang di seluruh dunia. Perubahan asupan makanan mungkin merupakan respon “alami” terhadap stres dan peningkatan keadaan emosi melalui mekanisme psikologis dan fisiologis (Naja Farah, 2020).
Beberapa kebijakan ketahanan pangan yang diterapkan pemerintah di masing-masing provinsi yang terdampak yaitu memberikan penyedian stok cadangan pangan daerah (Sembako) seperti indomie, telur, dan beras. Pada masa pandemi Covid-19 pola makan yang terjadi diseluruh dunia, yaitu sebanyak 52,9% remaja lebih banyak mengkonsumsi makanan selama diberlakukan lockdown sehingga remaja mengalami pertambahan berat badan sebesar 19,5%. Serta adanya peningkatan konsumsi jajanan sebesar 42,5% dan makanan ringan/cemilan sebanyak 23,5%. Adanya kecemasan di dalam diri remaja sehingga ada ketertarikkan untuk mengkonsumsi buah dan sayur sebanyak (21,2%) dan ada juga remaja yang memang mengakui buah dan sayur tidak menarik bagi mereka sebanyak (56,2%) (Federico, 2020). Peningkatan konsumsi makanan instant seperti indomie dan cemilan makanan ringan, serta waktu makan yang tidak teratur, sehingga beresiko pada kenaikan status gizi (Jennifer L. Wilkins, 2020).

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier dan sunita. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Masthalina, H., Lareani, Y., dan Dahlia, Y. P. 2015. Pola Konsumsi (Faktor Inhibitor dan Enchancer FE) terhadap status anemia remaja putri. Jurnal Kesehatan Masyarakat (KeMas), 11 (1), pp: 80-86.
Balitbangkes. 2014. Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI (INFODATIN). Jakarta
Setyawati Veria Vilda Ana dan Eti Rimawati. 2016. Pola Konsumsi Fast Food Dan Serat Sebagai Faktor Gizi Lebih Pada Remaja. Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)
Farah S. Mokoginta, dkk. 2016. Gambaran pola asupan makanan pada remaja di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2016
Lusyana Gloria Doloksaribu. 2019. Gambaran Pola Makan Dan Status Gizi Remaja Di Smp Advent Lubuk Pakam. Wahana Inovasi, Volume 8, No. 2 pp: 29-34.
Rahman Nurdin, Nikmah Utami Dewi, Armawaty Fitra. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Makan Pada Remaja Sma Negeri 1 Palu. Jurnal Preventif, Volume 7 Nomor 1, Maret 2016 : 1- 64
Pamelia icha. 2018. Perilaku Konsumsi Makanan Cepat Saji Pada Remaja Dan Dampaknya Bagi Kesehatan. Jurnal IKESMA Volume 14 Nomor 2 September 2018
ALFaris A. Nora, Altamini Z. J, Aljobair O. M, dan Alshwaiyat M. N. 2015. Trends Of Fast Food Consumption Among Adolescent And Young Adult Saudi Girls Living In Riyadh. Food Nutr Res. 2015; 59: 10.
Insani Mega Hurry. 2019. Analisis Konsumsi Pangan Remaja dalam Sudut Pandang Sosiologi. Sosietas 9 (1) (2019) 566-577.
Scarmozzino F dan Visioli F. 2020. Covid-19 and the Subsequent Lockdown Modified Dietary Habits of Almost Half the Population in an Italian Sample. Foods. 2020 May; 9(5): 675.
Susilo, A., Rumende, C., Pitoyo, C., dkk. 2020. CoronaVirus Disease 2019 : Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia Vol. 7, No. 1.
Kemenkes RI. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P). Jakarta.
Yunus, N., Rezki, A. 2020. Kebjakan Pemberlakuan Lockdown Sebagai Antisipasi Penyebaran Corona Virus Covid-19. Jurnal Sosial dan Budaya Syar-I Vol. 7, No. 3 (2020), pp 228 229.
Naja Farah, Hamadeh Rena. 2020. Nutrition amid the COVID-19 pandemic: a multi-level framework for action. European Journal of Clinical Nutrition. https://doi.org/10.1038/s41430-020-0634-3.
Hobbs M, Pearson N, Foster PJ, Biddle SJ. 2015. Sedentary behaviour and diet across the lifespan: an updated systematic review. Br J Sports Med. 2015;49:117988.
Jennifer L. Wilkins. 2020. Challenges and Opportunities Created by the COVID-19 Pandemic. Journal of Nutrition Education and Behavior, doi: https://doi.org/10.1016/j.jneb.2020.05.005.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020. Standar Antropometri Anak. Jakarta