Wartajurnalis.com – Pontianak – DPD Partai Solidaritas Indonesia Kota Pontianak berkomitmen terus mengawal kasus-kasus yang menimpa masyarakat yang dirasa tidak berjalan secara jujur dan adil.
Dalam Jumpa pers yang dilaksanakan 30/6/2023 di Kantor DPD PSI Kota Pontianak, Niko Demus R.Toun salah satu pengurus PSI menyampaikan bahwa PSI sebagai Partai yang memiliki komitmen yang kuat dalam bidang penegakan Hukum dan HAM, berkewajiban untuk mengawasi dan mendorong semua proses hukum agar berjalan secara jujur, adil dan tidak direkayasa, serta dilakukan dengan prinsip-prinsip perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.
” PSI sebagai Partai memiliki komitmen yang kuat dalam penegakan Hukum dan HAM. Kita berkewajiban untuk mengawasi dan mendorong proses-proses hukum ini berjalan secara jujur, adil dan tidak direkayasa.” Jelas Niko.
Ia mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekannya di PSI yang telah mendorong, mengawasi beberapa kasus yang menjadi perhatian DPD PSI Kota Pontianak. “Kita tidak henti-hentinya bersama dengan media mengawal kasus ini, semoga media bisa menyampaikan persoalan ini ke lembaga-lembaga hukum yang ada.” Harapnya.
Tiga kasus yang menjadi perhatian DPD PSI Kota Pontianak yang dilaporkan warga ke pihaknya, melalui bidang hukumnya. Pertama kasus yang menimpa RS, anak dari Dame Elizabeth Pasaribu yang beralamat di Jln Usaha Maju No.8 Pontianak.
Kasus ini bermula RS dituduh telah melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur, tetapi menurut Dame anaknya tidak terbukti melakukan pencabulan. “Berbulan-bulan upaya penyidik untuk mencari bukti tapi tidak ditemukan. Satu bukti, satu saksi pun yang membuat anak saya menjadi tersangka.” Bebernya.
Dengan dipaksakannya anaknya berubah menjadi berstatus tersangka, Dame Elizabeth Pasaribu sampai membuat laporan ke Mabes Polri (Propam Polri), dan sekarang kasus ini sedang berproses di Propam Kalbar.
Mengakhiri wawancaranya Dame berharap nama baik anaknya bisa dipulihkan kembali, “Kalau benar anak saya tersangka, mengapa sampai 1 tahun baru bisa menjadikan anak saya sebagai tersangka.” Tanyanya heran.
Kasus kedua, ditahannya Hery Johan alias Akhiang Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Setatus ODGJ diketahui sejak dikeluarkannya surat oleh Dokter THN 2007 yang menerangkan bahwa HERY JOHAN adalah orang dengan gangguan jiwa.
Dalam keterangan persnya Kristian Wahyu Sutrisno, Ketua DPD PSI Kota Pontianak menjelaskan, saat ini Hery Johan sedang ditahan di Rutan Kelas II A Pontianak, bercampur dengan tahanan normal.
Ia berharap karena Hery Johan adalah ODGJ berat maka seharusnya ia diperlakukan khusus. Ia berharap Kemenkumham, Kejaksaan, Hakim, Kalapas, Karutan peduli dengan hal ini.
“Karena kalau kita lihat Undang-undang, ketika ODGJ melakukan kejahatan tentu perlakuannya berbeda dengan orang normal, prosesnya berbeda dan kalau ditahan tempatnya juga berbeda karena yang bersangkutan perlu pengobatan dan terapi khusus.” Jelasnya.
Kristian berharap Akhiang bisa ditempatkan yang sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu ia juga berharap pihaknya bisa berkunjung ke rutan untuk memastikan berapa berat gangguan jiwa yang dialami Akhiang.
Dijelaskan Kristian lebih jauh bahwa sesuai dengan KUHAP Pasal 44 ayat 1 dan 2 tentang apabila OGDJ melakukan kejahatan, karena kurang akalnya tidak boleh dihukum atau hakim memerintahkan untuk menempatkannya selama-lamanya 1 tahun untuk diperiksa.
Ketiga kasus yang menimpa Katharina yang tinggal di Jln. KH. Hasyim Gg. Baduri No 8 Kel. Tengah, Kec. Pontianak Kota.
Kasus ini bermula, anak Katharina yang sedang hamil tinggal di rumah Katharina, awalnya suami Katharina (bapak tiri anak Katharina yang hamil) mengijinkan anak Katharina tinggal di rumahnya. Setelah berjalan 3 bulan, suami Katharina menyuruh Katharina mengusir anaknya yang sedang hamil dari rumah mereka.
Katharina menolaknya, mengingat anaknya sedang hamil dan hamilnya juga tidak normal apalagi suami anaknya tidak ada, karena kerja diluar kota.
Kasus ini akhirnya membuat Katharina bercerai dengan suaminya. Bahkan suaminya juga sempat mengancam anaknya yang dibawah umur dengan senjata tajam, dan juga suaminya menelantarkan anak-anaknya.
Pengancaman dan penelantaran ini dilaporkan Katharina ke PPA Polresta Kota Pontianak, tapi sayang laporan itu tidak diproses oleh pihak PPA Polresta Kota Pontianak.
Katharina berharap Kapolda Kalbar mendalami dan memberikan perhatian terhadap hal ini.(kun)