Warga Bojong Malaka Desak Menteri ATR/BPN Tuntaskan Kasus Tanah UIII Depok
KOTA DEPOK — Ahli Waris Pemilik Tanah Bekas Hak Milik Adat Kampung Bojong-Bojong Malaka, Cisalak, Depok, mendesak Menteri ATR/BPN RI, Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto, untuk segera menuntaskan permasalahan hukum terkait proses pengadaan dan penggunaan tanah untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).
Permintaan tersebut dikemukakan para ahli waris pemilik tanah bekas hak milik adat Kampung Bojong-Bojong Malaka menyusul adanya pernyataan mantan Panglima TNI tersebut telah berhasil menuntaskan pengadaan tanah 27 PSN di Indonesia.
“Kami minta pak menteri turun ke Depok. Persoalan hukum terkait pengadaan dan penggunaan tanah untuk PSN UIII belum tuntas dan tidak sederhana, untuk menyelesaikannya butuh kebijakan yang tegas dari pak menteri,” ujar Kuasa Ahli Waris Pemilik Tanah Bekas Hak Milik Adat Kampung Bojong-Bojong Malaka, Yoyo Effendi, kepada sejumlah wartawan, Jum’at (11/8/2023), di Depok, Jawa Barat.
Yoyo menjelaskan, bahwa kasus hukum atas tanah seluas 142,4 hektar yang digunakan untuk PSN UIII tersebut menjadi tidak sederhana karena didalamnya terindikasi adanya tindak pidana mafia tanah yang diduga melibatkan sejumlah pejabat negara baik yang ada di Kantor Pertanahan maupun di Kementerian Agama. Oleh karena hal itu untuk mengatasi dan menyelesaikan kasusnya membutuhkan keberanian dan ketegasan Hadi Tjahjanto selaku “komandan” Kementerian ATR/BPN RI.
“Artinya, yang bisa menyelesaikan kasus hukum tanah Bojong yang digunakan PSN UIII hanyalah pak menteri ATR/BPN RI,” jelas Yoyo yang juga Ketua LSM Koalisi Rakyat Anti Mafia Tanah (KRAMAT) ini.
Ia menceritakan, bahwa dalam proses penerbitan sertifikat hak pakai atas nama Kementerian Agama RI dan atas nama Departemen Penerangan atau RRI yang saat ini menjadi dasar dan alasan Kementerian Agama RI menggunakan lahan tanah tersebut untuk PSN UIII, jelas terbaca dengan sangat gamblang tentang adanya kejahatan modus mafia tanah yang dilakukan oknum pejabat di Kantor Pertanahan Kota Depok dan oknum pejabat di Kementerian Agama RI.
“Jadi, kejahatan yang mereka lakukan adalah terkait dengan proses penerbitan sertifikat hak pakai atas nama Departemen Penerangan dan atas nama Kementerian Agama RI,” tukas Yoyo, pria asal Sukabumi itu dengan penuh percaya diri.
Yoyo juga mengungkapkan, bahwa Kemenag RI punya sertifikat hak Pakai No.00002/Surat Ukur No.00436/Cisalak/2018 atas nama Pemerintah Republik Indonesia Cq. Kementerian Agama Republik Indonesia. Sertifikat hak pakai Kemenag RI tersebut diterbitkan sebagai produk hukum turunan dari Sertifikat Hak Pakai No.00001/Surat Ukur No.1731/Cisalak/2007 atas nama Departemen Penerangan Republik Indonesia Cq. Direktorat Radio Cq. Proyek Mass Media Radio Republik Indonesia yang diperolah melalui proses alih fungsi penggunaan Barang Milik Negara dari Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) kepada Kementerian Agama RI. Adapun Sertifikat Hak Pakai No.00001/Cisalak/2007 milik Deppen atau RRI tersebut merupakan sertifikat hak pakai pengganti dari sertifikat hak pakai No.1/Cisalak/1995 yang dinyatakan hilang dan sertifikat ini pun merupakan sertifikat pengganti dari Sertifikat Hak Pakai No.2/Curug/1981 yang juga dinyatakan hilang terbakar. Adapun alas hak pertama yang menjadi dasar penerbitan Sertifikat Hak Pakai No.2/Curug/1981 adalah surat tanah produk jaman kolonial Belanda yaitu Akta Eigendom Verponding No.23 (sisa) atas nama Mij Exsploitatie Van Het Land.
“Itulah kronologis proses penerbitan sertifikat hak pakai milik Kemenag RI yang saat ini menjadi dasar dan alasan hukum Kemenag RI menguasai, menduduki dan menggunakan tanah tersebut untuk PSN UIII,” ungkap Yoyo.
Ia menerangkan kronologis terbitnya sertifikat hak pakai Kementerian Agama RI. Lebih lanjut mantan Sekretaris DPC Partai Hanura Kota Depok periode 2010-2015 ini mengatakan bahwa setelah diteliti dan dikaji berdasarkan data-data dan fakta-fakta yang telah tercantum dan tercatat dalam beberapa putusan perkara pengadilan, ditemukan beberapa faktor penyebab cacatnya sertifikat hak pakai Kemenag RI tersebut baik secara administrasi maupun secara yuridis sehingga layak dan patut untuk dicabut atau dibatalkan oleh Menteri ATR/BPN RI. Sertifikat Hak Pakai No.00002/Cisalak/2018 milik Kemenag tersebut menjadi cacat administrasi dan/atau cacat yuridis karena terbukti sertifikat hak pakai induknya yaitu Sertifikat Hak Pakai No.00001/Cisalak/2007 punya Departemen Penerangan atau RRI jelas-jelas mengandung cacat administrasi dan/atau cacat yuridis karena beberapa hal yang menjadi penyebabnya yaitu antara lain diterbitkan sebagai sertifikat pengganti dari sertifikat-sertifikat fiktif.
“Sertifikat Hak Pakai No.1/Cisalak/1995 dan No.2/Curug/1981 tersebut ternyata bukannya hilang apalagi terbakar akan tetapi kedua sertifikat hak pakai tersebut tidak pernah ada alias fiiktif,” terang Yoyo memastikan.
Oleh karena terbukti kedua sertifikat hak pakai tersebut terbukti fiktif maka sertifikat hak pakai No.00001/Cisalak/2007 tersebut merupakan sertifikat pengganti dari sertifikat-sertifikat yang fiktif. “Nah, apakah menurut hukum sebuah sertifikat pengganti dari sertifikat yang fiktif sah secara hukum? Kaidah hukum mana dan jenis apa yang bisa dijadikan sebagai dasar dan alasan untuk menyatakan sertifikat pengganti dari sertifikat yang fiktif dinyatakan sah secara hukum?,” ketus Yoyo bersemangat.
Hal lain yang menjadi penyebab sertifikat-sertifikat hak pakai atas nama Kemenag Ri dan Departemen Penerangan atau RRI tersebut cacat hukum adalah tidak ditemukannya akta asli Egendom Verponding No.23 (sisa) atas nama Mij Exsploitateia Van Het land yang menjadi dasar penerbitan sertifikat-sertifikat hak pakai atas nama Departemen Penerangan atau RRI tersebut. “Akta asli Eigendom Verponding No.23 (sisa) tersebut tidak ada sehingga oleh karenanya sertifikat-sertifikat hak pakai tersebut nyata-nyata diterbitkan berdasarkan alas hak yang tidak pernah ada. Terus, kaidah hukum mana yang bisa dijadikan sebagai dasar dan alasan hukum untuk menyatakan sertifikat yang diterbitkan atas dasar alas hak yang tidak pernah ada alias fiktif itu sah secara hukum?,” tukas Yoyo lagi.
Fakta lain pun telah ditemukan yang dapat menambah bukti ketidak absahan sertifikat hak pakai Departemen Penerangan atau RRi tersebut yaitu berdasarkan buku induk milik BPN yang mencatat daftar nama bekas hak barat eigendom verponding, ternyata objek tanah untuk dan atas nama Eigendom Verponding No.23 (sisa) atas nama Mij Exsploitatie Van Het Land itu lokasinya di wilayah Cibinong Bogor bukan di Kelurahan Cisalak atau dahulu Desa Curug. “Ternyata lokasi tanah untuk dan atas nama Eigendom Verponding No.23 (sisa) tersebut letaknya di Cibinong dan luasnya cua enam belas hektar (16 ha),” papar Yoyo.
Yoyo menegaskan, bahwa berdasarkan fakta tersebut maka sertifikat-sertifikat hak pakai baik atas nama Kementerian Agama Ri maupun atas nama Departemen Penerangan atau RRI telah memenuhi syarat untuk dicabut dan dibatalkan oleh Menteri ATR/BPN RI. “Jadi, dengan dicabut atau dibatalkannya sertifikat –sertifikat hak pakai tersebut dilanjut dengan proses pembayaran ganti rugi kepada para ahli waris pemilik tanah adat Kampung Bojong-Bojong Malaka, maka tuntaslah permasalahan hukum terkait pengadaan tanah untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Pertanyaannya adalah, apakah Menteri ATR/BPN RI punya goodwill ngga untuk menuntaskan persoalan hukum di atas tanah PSN UIII tersebut?,” tandas mantan Komisioner KPU Depok Periode 2008-2013 itu.
FALDI